Cari Blog Ini

Jumat, 19 November 2010

HUKUM PIDANA INTERNASINAL

HUKUM PIDANA INTERNASINAL
(I Wayan Parthiana)


Buku yang ditulis oleh I Wayan Parthiana ini, membahas dan mengeksplorasi secara lengkap substansi dan ruang lingkup Hukum Pidana Internasional, baik secara teoritis maupun secara praktis. Buku ini disusun dalam tiga bagian.
Bagian Pertama, yaitu bagian yang membahas hal-hal yang sifatnya umum, dan arti dari Hukum Pidana Internasional secara materiil-substansial. Terdiri dari sembilan bab, yaitu bab I – bab IX. Dimana dalam kesembilan bab tersebut dibahas secara rinci tentang : pengertian, ruang lingkup, substansi dan peristilahan Hukum Pidana Internasional. Juga dibahas sumber-sumber Hukum Pidana Internasional, asas-asas, subjek hukum, masalah yurisdiksi negara berdasarkan Hukum Pidana Internasional. Dibahas juga kelemahan-kelemahan dan faktor-faktor yang mendorong perkembangan Hukum Pidana Internasional. Bagian pertama ini ditutup dengan bab IX yang membahas tentang hubungan Hukum Pidana Internasional dengan bidang-bidang hukum internasional lainnya, seperti hak asasi manusia, hukum humaniter dan hukum pengungsi.
Bagian Kedua, yaitu bagian yang membahas Hukum Pidana Internasional dalam arti formal-prosedural. Terdiri dari tiga bab, yaitu bab X, bab XI dan bab XII. Yakni secara rinci dibahas tentang kerja sama internasional dalam rangka mencari, menemukan, menangkap, menahan dan menyerahkan pelaku kepada negara yang memiliki yuridiksi untuk mengadilinya, juga dibahas tentang alat-alat bukti yang dibutuhkan dalam proses peradilannya, dan terakhir dibahas mengenai kerja sama internasional dalam hal pemindahan pelaksanaan hukuman bagi narapidana asing.
Dan Bagian Ketiga, yaitu bagian yang membahas tentang badan-badan peradilan pidana internasional yang pernah dan masih ada dengan peranannya masing-masing dalam mengadili kejahatan internasional. Terdiri dari empat bab, yaitu bab XII – bab XVI. Yang membahas tentang Mahkamah Militer Internasional di Nurenberg 1945 dan Tokyo 1946, Mahkamah Kejahatan Perang dalam kasus Yugoslavia 1993 dan Rwanda 1994, Mahkama Pidana Internasional (Statuta Roma 1998), dan Kerjasama dalam kerangka Mahkamah Pidana Internasional tentang Saling Membantu dalam Bidang Peradilan.
Juga terakir dalam buku ini dibahas tentang organisasi-organisasi internasional dalam kerangka Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), dan organ-organnya, seperti Majelis Umum, Dewan Keamanan, dan Dewan Ekonomi dan Sosial. Juga dibahas peranan organ-organ khusus PBB seperti UNESCO, ILO, ICAO, IMO, UNHCR, dll. Serta tugas dan wewenangnya. serta dibahas pula organisasi internasional lainnya seperti ICPO/ INTERPOL (International Criminal Police Organisation), EUROPOL, ASEANAPOL, UNI EROPA, ASEAN, dll.
Dalam buku ini, dibahas sebagai pegangan / batasan tentang rumusan apa yang disebut dengan Hukum Pidana Internasional, yaitu : “Sekumpulan kaidah-kaidah dan asas-asas hukum yang mengatur tentang kejahatan internasional yang dilakukan oleh subjek-subjek hukumnya, untuk mencapai suatu tujuan tertentu”.
Secara umum suatu suatu kejahatan menjadi ruang lingkup pidana internasinal jika dalam kejahatan tersebut terkait yurudiksi lebih dari satu negara, dampak yang ditimbulkan oleh kejahatan tersebut dirasakan secara global, terdapat organisasi internasional yang mengendalikan kejahatan tersebut, juga terdapat perjanjian atau konvensi internasional terhadap kejahatan tersebut.
Kaidah-kaidah dan asas-asas tersebut dalam pengertian di atas dapat ditemukan baik yang berasal dari hukum Internasional dalam bentuk perjanjiaan-perjanjian internasinal, maupun yang berasal dari hukum nasional suatu negara.
Asas-asas Hukum Pidana Internasional yang berasal dari Hukum Internasinal, antara lain asas kemerdekaan, kedaulatan dan asas kesamaan derajat negara-negara. Selanjutnya asas-asas ini diturunkan menjadi asas non intervensi, asas saling menghormati kemerdekaan, kedaulatan, dan kesamaan derajat negara-negara, asas hidup berdampingan secara damai, asas penghormatan dan perlindungan HAM, dll.
Sedangkan asas-asas Hukum Pidana Internasional yang berasal dari Hukum Pidana Nasional, seperti asas legalitas dan asas culpabilitas. Yang kemudian diturunkan lagi menjadi asas non-retroactive, asas tidak ada hukuman tanpa kesalahan dan asas presumption of innocent dan asas ne bis in idem.
Disamping itu ada asas-asas Hukum Pidana Internasional yang benar-benar mandiri, yang terdiri dari tujuh prinsip, yaitu :
Prinsi I, adalah setiap orang yang melakukan suatu perbuatan yang merupakan suatu kejahatan berdasarkan hukum internasinal harus bertanggungjawab dan oleh karena itu dapat dijatuhi hukuman.
Prinsip II, adalah suatu kenyataan bahwa hukum nasional atau domestik tidak memaksakan suatu hukuman terhadap suatu perbuatan yang merupakan suatu kejahatan berdasarkan hukum internasinal tidaklah membebaskan orang yang bersangkutan yang telah melakukan perbuatan tersebut dari pertanggungjawaban berdasarkan hukum internasional.
Prinsip III, adalah suatu kenyataan bahwa seorang yang melakukan suatu perbuatan yang merupakan kejahatan berdasarkan hukum internasional bertindak sebagai kepala negara atau pejabat pemerintah yang bertanggungjawab tidaklah membebaskan orang yang bersangkutan yang telah melakukan perbuatan tersebut dari pertanggungjawaban berdasarkan hukum internasional.
Prinsip IV, adalah suatu kenyataan bahwa seseorang yang melakukan suatu perbuatan untuk menjalankan perintah dari pemerintahnya atau dari kekuasaan yang lebih tinggi, tidaklah membebaskan orang yang bersangkutan yang telah melakukan perbuatan tersebut dari pertanggungjawaban berdasarkan hukum internasional, sepanjang masih ada perimbangan moral yang dapat dipilihnya.
Prinsip V, adalah seseorang yang dituduh melakukan suatu kejahatan berdasarkan hukum internasional mempunyai hak atas peradilan yang fair atau tidak memihak atas fakta-fakta dan hukumannya.
Prinsip VI, adalah kejahatan yang digolongkan sebagai kejahatan Internasional adalah : perencanaan, persiapan, berinisiatif atau mengobarkan perang / agresi, berpartisipasi atau berkonspirasi atas kejahatan ini. Kejahatan perang, dan kejahatan terhadap kemanusiaan.
Prinsip VII, adalah Keterlibatan dalam suatu perbuatan kejahatan terhadap perdamaian, kejahatan perang, atau kejahatan terhadap kemanusiaan sebagaimana ditentukan dalam prinsi VI adalah merupakan kejahatan berdasarkan hukum internasional.
Berdasarkan asas-asas tersebut, kejahatan-kejahatan yang melanggar asas-asas dimaksud menjadi yuridiksi Hukum Pidana Internasional untuk mengadili kejahatan tersebut, namun dengan tidak mengenyampingkan yuridiksi-yuridiksi negara yang memiliki hubungan/ keterkaitan dengan kejahatan di maksud.
Namun demikian terdapat kelemahan dari Hukum Pidana Internasional tersebut, yaitu bahwa Hukum Pidana Internasional tidak memiliki asas-asas dan kaidah-kaidah hukum yang mandiri dan terpadu, Hukum Pidana Internasional tidak jelas sistem dan kerangka hukumnya, Hukum Pidana Internasional sangat dipengaruhi oleh faktor politik, perjanjian-perjanjian internasional tunduk pada ratifikasi, tidak adanya aparat penegak hukum (internasional) yang mandiri, baik pada level legislatif, eksekutif maupun yudikatif, dan Hukum Pidana Internasional pengimplementasiannya lebih banyak diandalkan pada hukum (pidana) nasional masing-masing negara.
Dengan demikian penindakan dan penanggulangan kejahatan yang merupakan kejahatan yang dikategorikan sebagai kejahatan internasional masih sulit untuk diadili berdasarkan Hukum Pidana Internasinal. Sebagai contoh konkrit dan aktual adalah kejahatan yang dilakukan Israel terhadap Palestina. Apakah kejahatan tersebut dapat disebut genosida, agresi atau kejahatan perang, ataupun crimes against humanity, dan yang lebih penting apakah kejahatan tersebut dapat diadili oleh Hukum Pidana Internasional?, sampai sekarang Israel seolah-olah tidak dapat tersentuh oleh Hukum Pidana Internasional ini.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar